Rabu, 23 Mei 2012

Hakikat Cinta


Hakikat Cinta K.H. Abdullah Gymnastiar



Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.
Hikam:
"Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik." (Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
"Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita. Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.
Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.
Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan. Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran,
harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka. (imm)
Beda antara cinta dan suka"

Dihadapan orang yang kau cintai, musim  dingin
berubah  menjadi musim semi yang indah
Dihadapan orang yang kau sukai,
musim dingin tetap saja musim dingin hanya
suasananya lebih indah  sedikit

Dihadapan orang yang kau cintai,
jantungmu tiba tiba berdebar lebih  cepat
Dihadapan  orang yang kau sukai,kau hanya
merasa senang dan gembira saja

Apabila engkau melihat kepada mata orang  yang
kau cintai,  matamu berkaca kaca
Apabila engkau melihat kepada mata orang yang kau
sukai, engkau hanya tersenyum  saja

Dihadapan orang yang kau cintai,  kata kata yang
keluar berasal dari perasaan yang terdalam
Dihadapan orang yang kau sukai, kata kata  hanya
keluar  dari pikiran saja

Jika orang  yang kau cintai menangis, engkaupun
akan ikut mengangis disisinya
Jika orang yang kau  sukai menangis, engkau hanya
menghibur saja

Perasaan cinta itu dimulai dari mata,  sedangkan
rasa  suka dimulai dari telinga

Jadi jika  kau mau berhenti menyukai seseorang,
cukup dengan menutup telinga
Tapi apabila kau mencoba menutup  matamu dari
orang yang kau cintai,cinta itu berubah menjadi
tetesan air mata dan terus tinggal  dihatimu
dalam  jarak waktu yang cukup lama.

"Tetapi selain rasa suka dan rasa cinta...  ada
perasaan  yang lebih mendalam.
Yaitu rasa sayang.... rasa yang tidak hilang
secepat rasa cinta. Rasa yang
tidak mudah berubah. Perasaan  yang dapat membuatmu
berkorban untuk orang
yang kamu sayangi. Mau menderita demi  kebahagiaan
orang yang kamu sayangi.

Cinta ingin memiliki.  Tetapi Sayang hanya ingin
melihat orang yang disayanginya bahagia..  walaupun harus
kehilangan."

Suami, Pemimpin Bagi Keluarga


Suami, Pemimpin Bagi KeluargaK.H. Abdullah Gymnastiar


Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga dimulai dengan ijab-kabul. Saat itulah yang halal bisa jadi haram, atau sebaliknya yang haram bisa jadi halal. Demikianlah ALLOH telah menetapkan bahwa ijab-kabul walau hanya beberapa patah kata dan hanya beberapa saat saja, tapi ternyata bisa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Saat itu terdapat mempelai pria, mempelai wanita, wali, dan saksi, lalu ijab-kabul dilakukan, sahlah keduanya sebagai suami-istri. Status keduanya pun berubah, asalnya kenalan biasa tiba-tiba jadi suami, asalnya tetangga rumah tiba-tiba jadi istri. Orang tua pun yang tadinya sepasang, saat itu tambah lagi sepasang. Karenanya, andaikata seseorang berumah tangga dan dia tidak siap serta tidak mengerti bagaimana memposisikan diri, maka rumah tangganya hanya akan menjadi awal berdatangannya aneka masalah.
Ketika seorang suami tidak sadar bahwa dirinya sudah beristri, lalu bersikap seperti seorang yang belum beristri, akan jadi masalah. Dia juga punya mertua, itupun harus menjadi bagian yang harus disadari oleh seorang suami. Setahun, dua tahun kalau ALLOH mengijinkan akan punya anak, yang berarti bertambah lagi status sebagai bapak. Ke mertua jadi anak, ke istri jadi suami, ke anak jadi bapak. Bayangkan begitu banyak status yang disandang yang kalau tidak tahu ilmunya justru status ini akan membawa mudharat. Karenanya menikah itu tidak semudah yang diduga, pernikahan yang tanpa ilmu berarti segera bersiaplah untuk mengarungi aneka derita. Kenapa ada orang yang stress dalam rumah tangganya? Hal ini terjadi karena ilmunya tidak memadai dengan masalah yang dihadapinya.
Begitu juga bagi wanita yang menikah, ia akan jadi seorang istri. Tentusaja tidak bisa sembarangan kalau sudah menjadi istri, karena memang sudah ada ikatan tersendirh. Status juga bertambah, jadi anak dari mertua, ketika punya anak jadi ibu. Demikianlah, ALLOH telah menyetingnya sedemikian rupa, sehingga suami dan istri, keduanya mempunyai peran yang berbeda-beda.
Tidak bisa menuntut emansipasi, karena memang tidak perlu ada emansipasi, yang diperlukan adalah saling melengkapi. Seperti halnya sebuah bangunan yang menjulang tinggi, ternyata dapat berdiri kokoh karena adanya prinsip saling melengkapi. Ada semen, bata, pasir, beton, kayu, dan bahan-bahan bangunan lainnya lalu bergabung dengan tepat sesuai posisi dan proporsinya sehingga kokohlah bangunan itu.
Sebuah rumah tangga juga demikian, jika suami tidak tahu posisi, tidak tahu hak dan kewajiban, begitu juga istri tidak tahu posisi, anak tidak tahu posisi, mertua tidak tahu posisi, maka akan seperti bangunan yang tidak diatur komposisi bahan-bahan pembangunnya, ia akan segera ambruk tidak karu-karuan. Begitu juga jika mertua tidak pandai-pandai jaga diri, misal dengan mengintervensi langsung pada manajemen rumah tangga anak, maka sang mertua sebenarnya tengah mengaduk-aduk rumah tangga anaknya sendiri.
Seorang suami juga harus sadar bahwa ia pemimpin dalam rumah tangga. ALLOH SWT berfirman, "Laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena ALLOH telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka…" (Q.S. An-Nissa [4]: 34).
Dan seorang pemimpin hanya akan jadi pemimpin jika ada yang dipimpin. Artinya, jangan merasa lebih dari yang dipimpin. Seperti halnya presiden tidak usah sombong kepada rakyatnya, karena kalau tidak ada rakyat lalu mengaku jadi presiden, bisa dianggap orang gila. Makanya, presiden jangan merendahkan rakyat, karena dengan adanya rakyat dia jadi presiden.
Sama halnya dengan kasus orang yang menghina tukang jahit, padahal bajunya sendiri dijahit, "Hmm, tukang jahit itu pegawai rendahan". Coba kalau bajunya tidak dijahitkan oleh tukang jahit, tentu dia akan kerepotan menutup auratnya. Dia dihormati karena bajunya diselesaikan tukang jahit. Lain lagi dengan yang menghina tukang sepatu, "Ah, dia mah cuma tukang sepatu". Sambil dia kemana-mana bergaya memakai sepatu.
Tidak layak seorang pemimpin merasa lebih dari yang dipimpin, karena status pemimpin itu ada jikalau ada yang dipimpin. Misalkan, istrinya bergelar master lulusan luar negeri sedangkan suaminya lulusan SMU, dalam hal kepemimpinan rumah tangga tetap tidak bisa jadi berbalik dengan istri menjadi pemimpin keluarga. Dalam kasus lain, misalkan, di kantornya istri jadi atasan, suami kebetulan stafnya, saat di rumah beda urusannya. Seorang suami tetaplah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya.
Oleh karena itu, bagi para suami jangan sampai kehilangan kewajiban sebagai suami. Suami adalah tulang punggung keluarga, seumpama pilot bagi pesawat terbang, nakhoda bagi kapal laut, masinis bagi kereta api, sopir bagi angkutan kota, atau sais bagi sebuah delman. Demikianlah suami adalah seorang pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus berpikir bagaimana nih mengatur bahtera rumah tangga ini mampu berkelok-kelok dalam mengarungi badai gelombang agar bisa mendarat bersama semua awak kapal lain untuk menepi di pantai harapan, suatu tempat di akhirat nanti, yaitu surga.
Karenanya seorang suami harus tahu ilmu bagaimana mengarungi badai, ombak, relung, dan pusaran air, supaya selamat tiba di pantai harapan. Tidak ada salahnya ketika akan menikah kita merenung sejenak, "Saya ini sudah punya kemampuan atau belum untuk menyelamatkan anak dan istri dalam mengarungi bahtera kehidupan sehingga bisa kembali ke pantai pulang nanti?!". Karena menikah bukan hanya masalah mampu cari uang, walau ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat, tapi ternyata tidak shalat, sungguh sangat merugi. Ingatlah karena kalau sekedar cari uang, harap tahu saja bahwa garong juga tujuannya cuma cari uang, lalu apa bedanya dengan garong?! Hanya beda cara saja, tapi kalau cita-citanya sama, apa bedanya?
Buat kita cari nafkah itu termasuk dalam proses mengendalikan bahtera. Tiada lain supaya makanan yang jadi keringat statusnya halal, supaya baju yang dipakai statusnya halal, atau agar kalau beli buku juga dari rijki yang statusnya halal. Hati-hatilah, walaupun di kantong terlihat banyak uang, tetap harus pintar-pintar mengendalikan penggunaannya, jangan sampai asal main comot. Seperti halnya ketika mancing ikan di tengah lautan, walaupun nampak banyak ikan, tetap harus hati-hati, siapa tahu yang nyangkut dipancing ikan hiu yang justru bisa mengunyah kita, atau nampak manis gemulai tapi ternyata ikan duyung.
Ketika ijab kabul, seorang suami harusnya bertekad, "Saya harus mampu memimpin rumah tangga ini mengarungi episode hidup yang sebentar di dunia agar seluruh anggota awak kapal dan penumpang bisa selamat sampai tujuan akhir, yaitu surga". Bahkan jikalau dalam kapal ikut penumpang lain, misalkan ada pembantu, ponakan, atau yang lainnya, maka sebagai pemimpin tugasnya sama juga, yaitu harus membawa mereka ke tujuan akhir yang sama, yaitu surga.
ALLOH Azza wa Jalla mengingatkan kita dalam sabdanya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…" (Q.S. At Tahriim [66]:6).
Kepada pembantu jangan hanya mampu nyuruh kerja saja, karena kalau saja dulu lahirnya ALLOH tukarkan, majikan lahir dari orang tua pembantu, dan pembantu lahir dari orang tua majikan, maka si majikan yang justru sekarang lagi ngepel. Pembantu adalah titipan ALLOH, kita harus mendidiknya dengan baik, kita sejahterakan lahir batinnya, kita tambah ilmunya, mudah-mudahan orang tuanya bantu-bantu di kita, anaknya bisa lebih tinggi pendidikannya, dan yang terpenting lagi lebih tinggi akhlaknya.
Inilah pemimpin ideal, yaitu pemimpin yang bersungguh-sungguh mau memajukan setiap orang yang dipimpinnya. Siapapun orangnya didorong agar menjadi lebih m

Nikmati Proses


Nikmati Proses K.H. Abdullah Gymnastiar


Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu ALLOH yang menetapkan, tapi bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah ALLOH SWT.
Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya, sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena ALLOH dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa jadi syuhada.
Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari ALLOH dan semua pasti mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi ALLOH untuk memusnahkan untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.
Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.
Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita. Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena ALLOH Mahatahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani.
Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siap pun yang sedang bisnis bahwa yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam proses. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal. Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri, mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata Imam Ali, "Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya". Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja penjahat juga pikirannya hanya uang.
Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya adalah agar dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah sebanyak mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.
Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga, ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus selesai.
Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan. Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.
Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal, tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu ALLOH telah menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.
Atau sudah daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini merupakan nikmat dan pertolongan dari ALLOH, karena kalau berangkat haji belum tentu mabrur, mungkin ALLOH tahu kapasitas keimanan dan kapasitas keilmuan kita.
Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan ALLOH. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Suatu saat ALLOH memberikan untung satu milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.
Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses tempat-tempat maksiat.
Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi proses.
Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit, berdiri berat, jalan juga limbung, masya ALLOH. Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga melahirkan, sewaktu kecil ngencinginngeberakin, sekolah ditungguin, cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar, yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja, saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta. Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?
Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya ALLOH tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. ***

Menjaga Akhlak kepada Allah

Menjaga Akhlak kepada AllahK.H. Abdullah Gymnastiar


Mudah-mudahan ALLOH SWT yang Maha Mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa nafsu.
Dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada keluarga, keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi ALLOH tidak juga diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh ALLOH, yang paling tinggi kedudukannya dalam pandangan ALLOH dan yang akan menemani Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi tapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, "Mengapa engkau diutus ke dunia ini ya Rasul?". Rasul menjawab, "Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".
Sayangnya kalau kita mendengar kata akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekedar senyuman dan keramahan. Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, termasuk bagaimana akhlak kita kepada ALLOH.
Akhlak kita kepada ALLOH SWT harus dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada ALLOH, hatinya benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak pernah tercampuri apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak ada sekutu lain selain ALLOH. Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan di alam semesta ini selain kekuatan ALLOH SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat munafik.
Bagaimanakah sifat orang munafik itu? Berikut ini kita kutif tulisan dari Imam Al Ghazali yang menuturkan ucapan Imam Hatim Al Ashom, seorang ulama yang shalih ketika mengupas perbedaan antara orang mukmim dengan orang munafik.
"Seorang mukmin senantiasa disibukan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian apapun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukan dengan ketamakan dan angan-angan kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukim berputus asa dari siapa saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada ALLOH, sementara orang munafik mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada ALLOH.
Seorang mukmin merasa aman, tidak gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada ALLOH karena dia yakin bahwa apapun yang mengancam dia ada dalam genggaman ALLOH, di lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada ALLOH, naudzhubilah, yang tidak dia takuti malah ALLOH SWT.
Seorang mukmin menawarkan hartanya demi mempertahankan agamanya, sementara seorang munafik menawarkan agamanya demi mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin menangis karena malunya kepada ALLOH meskipun dia berbuat kebajikan, sementara seorang munafik tetap tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang berkhalwat dengan menyendiri bermunajat kepada ALLOH, sementara seorang munafik senang berkumpul dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada ALLOH.
Seorang mukmin ketika menanam merasa takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan panen.
Seorang mukmin memerintahkan dan melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan perintah seorang mukmin adalah upaya untuk memperbaiki sementara seorang munafik memerintah dan melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusak, naudzhubillah".
Ah, Sahabat. Nampak demikian jauh beda akhlak antara seorang mukmin dengan seorang munafik. Oleh karenanya kita harus benar-benar berusaha menjauhi perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan di atas. Kita harus benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang menandingi kebesaran dan keagungan ALLOH. Kita harus yakin siapa pun yang punya jabatan di dunia ini hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti halnya kita juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan, sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati justru itulah yang akan menghinakan dirinya.
Sayangnya kalau kita simak di media massa sekarang, sepertinya ada sesuatu yang menyedihkan dimana cara menyampaikan pendapat, kritik, dan saran serta koreksi dilakukan dengan akhlak yang kurang terpuji, kotor, kasar, dan nista. Saling memukul, saling menjatuhkan, saling mencemarkan, dan saling membeberkan aib. Apa yang dicari? Padahal kalaulah didapat jabatannya, baik presiden, menteri, gubernur, walikota, rektor, atau dekan di kampus, asal tahu saja bahwa jabatan yang disandang itu tidak akan lama, hanya beberapa tahun saja dan kalau tidak hati-hati justru aibnya tetap melekat lama. Harusnya kita anggap semuanya biasa-biasa saja, anggap sebagai hiburan yang justru kalau tidak hati-hati, pangkat dan jabatan itulah yang akan mencemarkan, menjatuhkan, dan menghinakan kedudukan dunia dan akhirat kita.
Karenanya jangan terperangah melihat orang punya kedudukan, sebab itu cuma tempelan ringan yang berat tanggung jawabnya. Jangan pula mendatangi orang yang dianggap memiliki kekuatan dahsyat sehingga kita merasa aman. Para dukun, ahlik klenik, tukang sihir, atau paranormal, mereka sama saja dengan kita yaitu makhluk yang pasti binasa. Mereka hanya orang lapar yang mencari makan dengan menjadi dukun atau yang sejenisnya. Seharusnya kalau mereka hebat, tidak usah mencari nafkah dengan seperti itu. Pernah suatu ketika ada seseorang yang mengaku ahli pengobatan yang ternyata hanya menjual kata-kata, pengobatan yang dia maksudkan ternyata berasal dari obat yang dia beli di apotek dan dijual kembali dengan harga berpuluh dan beratus kali lipat dari harga aslinya.
Makanya jangan yakini kekuatan dukun atau kekuatan paranormal, untuk apa? Mereka hanya sekedar makhluk yang hidup sebentar dan lama-lama akan binasa. Bagi kita hidup di dunia hanya mampir sebentar, sehingga yang paling patut harus kita lakukan adalah mempersiapkan bekal untuk kepulangan kita nanti. Oleh karenanya ketika kita memandang manusia adalah hal yang biasa-biasa saja. Hanya ALLOH-l`h segala-galanya, Dia penguasa tunggal, Dia Pemilik, Penggenggam, Penentu satu-satunya tiada yang lain selain ALLOH Azza wa Jalla.
Bulatkan dan bersihkan hati kita hanya kepada ALLOH dengan dibuktikan oleh kesungguhan ibadah dan amal kita. Sehingga tidak usah menyimpan keris sekecil apapun di rumah kita hanya untuk menjadi penolak bala. ALLOH yang Mahaagung dan Mahakuasa dapat menolong kita tanpa harus kita menyimpan jimat. Tidak usah pakai susuk, untuk apa? Susuk itu katanya nama sejenis keluarga jin, yaitu Shuk-shuk. Tidak usah pula memelihara tuyul untuk mendatangkan rizki. ALLOH Mahakaya untuk menjamin makhluk-makhluknya sekalipun tanpa bantuan makhluk jin atau yang sejenisnya. Insya ALLOH orang yang bersih keyakinannya tiada yang akan dituju selain ALLOH.
Nah, Sahabat. Tiadalah yang dituju selain ALLOH, tiadalah yang diharap selain harap dari ALLOH, tiadalah yang ditakuti selain hanya ALLOH, tiadalah yang dimaksud selain ALLOH, tiadalah yang bulat mencuri hati selain ALLOH. Orang yang bersih tauhidnya, itulah yang benar akhlaknya, insya ALLOH. Sebab baik amalnya, ramah, dan dermawan orangnnya tetapi dia termasuk orang yang menyekutukan ALLOH, maka dia tidak termasuk orang yang berakhak mulia. ***

Getaran Allah di Padang Arafah


Getaran Allah di Padang ArafahK.H. Abdullah Gymnastiar


Saudaraku para tamu Allah dan juga saudaraku di Tanah Air yang kali ini atas izin Allah bisa merasakan getaran orang - orang yang bersyukur di Tanah Arafah. Inilah saat yang paling dirindukan oleh orang - orang yang beriman, saat diundang ke tanah dimana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat di hari Arafah.
Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan api jahannam sebanyak-banyak hamba-hamba-Nya. Dan pada hari ini Allah juga menjanjikan diampuni lumuran dosa-dosa, dihapus aib-aib yang menyelimuti, kerak-kerak kenistaan disingkirkan, dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.
Saudaraku para tamu Allah.
Begitu banyak orang yang bertawakkal dan bersimpuh di hadapan Allah. Di seluruh pelosok negeri. Mungkin di pedesaan, di lereng-lereng, maupun di persawahan. Mereka ini mungkin siang malam bersandar kepada Allah. Mereka tiada henti memuja Allah. Bahkan mungkin bisa jadi kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah dibanding kita yang sehari-hari melumuri diri dengan dosa, lebih banyak dipakai memuaskan diri kita dibanding memuaskan perintah allah. Tapi sampai sekarang mereka belum pernah merasakan nikmatnya jamuan Allah di Arafah ini.
Inilah saatnya kita harus merasa malu. Karena, lebih banyak orang yang berhak wukuf di Arafah ini dibanding kita. Kita lihat orang dikeningnya berbekas dengan bekas sujud hanya bisa menangis sepanjang hayatnya untuk bisa dijamu oleh Allah di Padang Arafah ini. Tapi, kapan kita melakukan seperti itu ?
Karena itu, saudaraku yang hadir di bumi Arafah ini, hari ini adalah hari buat kita untuk bersyukur. Bisa jadi kita hadir di tempat ini bukan karena kesalehan kita. Kehadiran kita di sini mungkin karena ridho Allah atas orang-orang yang kita sakiti yang mereka balas sakit hatinya dengan doa kemuliaan bagi kita.
Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa fakir miskin yang kita lempar dengan uang seratus rupiah tapi mereka menerimanya dengan ridla dan memohon kepada Allah agar mengampuni kita. Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa para pembantu yang tidak pernah kita hargai jasa baiknya tetapi mereka sabar bangun malam dan meminta kita diberi hidayah. Mungkin kita berada di tempat ini karena doa orang tua kita yang tiada henti-hentinya agar memiliki anak yang shaleh dan shalehah, padahal begitu sering kita melukai hatinya. Atau mungkin kita berada di tempat ini karena doa anak-anak kita yang sering dikecewakan dengan contoh buruk yang kita lakukan sehingga mereka meminta kepada Allah agar memiliki orang tua yang shaleh dan shalehah.
Tentunya tiada kebaikan yang mengantar kita ke tempat ini selain kemurahan Allah Yang Maha Agung. Kita berutang banyak saudara-saudaraku sekalian.
Baiklah saudara-saudaraku sekalian.
Tidak ada jalan bagi kita untuk menjadi sombong dan takabur dengan jamuan Allah di Arafah ini, kecuali kita harus malu dan jujur kepada diri sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita bayarkan. Sedekah bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling memalukan. Bahkan kita lebih suka membelikan barang-barang yang mahal untuk kita pamerkan kepada makhluk daripada menafkahkan harta di jalan Allah untuk bekal kepulangan kita.
Lalu lihatkan bagaimana kita bersujud kepada Allah. Dari 24 jam satu hari Allah memberikan waktu kepada kita, sujud sering kita percepat. Bahkan kalau perlu hampir tidak pernah ingat kepada Allah Yang Maha Agung. Dimanakah letak amal baik kita ? Nikmat dari Allah tiada henti dan tiada putus. Sedangkan pengkhianatan kita tiada henti dan tiada terputus. Entah mengapa Allah memberikan kesempatan kita berad di tanah Arafah ini ? Rasanya lebih banyak orang yang lebih layak untuk dimuliakan Allah saat ini.
Saudara-saudaraku sekalian.
Hari ini Allah menurunkan para malaikat di sekitar kita. Sebagian para malaikat sudah menyaksikan aib-aib yang ada pada diri kita. Sebagian para malaikat yang lain tahu secara persis siapa diri kita, ada yang mencatat kata-kata kita yang begitu jarang menyebut nama Allah. Lalu mereka tahu betapa banyak orang yang terluka hatinya, tercabik-cabik perasaannya. Allah Maha Tahu fitnah yang tersebar karena lisan kita selama ini, berapa banyak orang terjerumus ke dalam maksiat karena kita yang menunjukkannya. Diantara malaikat yang hadir saat ini ada yang menyaksikan kita mendekati zina dengan mata kita, dengan lisan kita, karena tiada yang tersembunyi bagi Allah.
Sesungguhnya hari ini adalah hari yang paling malu bagi kita. orang yang busuk seperti kita ini diberi kesempatan di tempat yang mulia, bahkan amal-amal yang paling tidak disukai Allah kita pun sering melakukannya. Kesombongan, ketakaburan adalah amal yang membuat iblis dilaknat oleh Allah selamanya. Tidak akan pernah selamat masuk syurga bagi orang yang di dalam hatinya ada takabur walau sebesar biji zarrah.
Lihatlah apa yang Allah titipkan bagi jalan kesombongan bagi kita. Otak dicerdaskan sedikit oleh Allah. Kita diberi kesempatan sekolah, kesempatan kuliah. Namun malah membuat kita petantang-petenteng menganggap remeh orang tua kita yang pendidikannya tidak setinggi kita.
Padahal demi Allah saudara-saudaraku, otak ini adalah milik Allah. Jikalau Allah mengambil beberapa bagian saja, niscaya kita tidak bisa mengingat apapun. Sungguh ! Gelar, pangkat adalah lambang kebodohan bagi orang-orang yang takabur. Malu kita mengapa diberi otak yang sulit mengenal Allah. Padahal otak kita ini tunduk mengejar keagungan Allah.
Kita diberikan harta yang cukup. Tapi kita sering tidak mempedulikan darimana harta itu kita dapatkan. Yang haram kita ambil, hak orang lain kita tahan. Zakat lupa kita bayarkan. Kita lumuri diri kita dengan kenistaan. Naudzubillaahi min dzalik. Tapi kita bangga dengan kendaraan yang mewah, dengan rumah yang megah, dengan perhiasan. Padahal, sungguh semua itu adalah sekadar titipan Allah, yang Allah juga berikan kepada makhluk-makhluk nista lainnya. Para penjahat, para pelacur, pezina, orang-orang yang durjana diberi dunia oleh Allah. Karena dunia bukan tanda kemuliaan bagi seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh malang bagi orang yang takabur dengan tempelan duniawi, padahal Allah menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.
Saudara-saudaraku sekalian.
Waspadalah sepulang dari tempat ini. Haji yang mabrur adalah haji yang merasa malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat tiada henti. Kita jarang mensyukurinya bahkan kita mengkhianatinya. Allah Yang Maha Agung, Allah Yang Maha Perkasa, memberikan kesempatan kali ini kepada kita untuk mengubah sisa umur kita.
Mungkin, mungkin kali ini adalah yang terakhir kali kita berada di tanah Arafah ini. Tidak ada jaminan kita tahun depan dapat bertemu kembali di tempat ini. Tanah yang kita duduki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti.
Kita berangkat mengeluarkan harta, waktu, tenaga. Kita lalui jalan berjam-jam sampai tempat ini, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat yang datang dari Allah.
Nikmat adalah pengorbanan. Rasulullah Saw mulia bukan karena apa yang dimilikinya, tapi pengorbanan untuk ummat. Harta yang dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian yang dikorbankan, demi kemaslahatan ummat.
Sepulang dari sini tidak pernah akan bahagia kecuali orang yang paling menikmati berkorban untuk orang lain. Yakinkanlah bahwa apapun yang kita miliki agar bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi hamba Allah. Sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak manfaatnya.
Saudaraku, Percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain. Kebahagiaan hati kita dengan menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah berharap apapun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang awal dari pelajaran kita.
Yang kedua, ingatlah baik-baik. Kain ihram yang kita pakai ini ternyata inilah yang menemani kita saat pulang nanti, tidaklah harta, tidak pangkat, dan juga tidak jabatan. Semua itu adalah topeng sejenak saja yang tidak berharga sama sekali, kecuali penyandangnya memiliki rasa syukur dan takwa kepada Allah.
Saudaraku, sepulang dari tempat ini pastikan jangan sembunyi di balik jabatan. Jangan sembunyi di balik penampilan yang bagus. Jangan bersembunyi di balik rumah yang megah. Jangan bersembunyi di balik gelar yang berenteng. Tapi bersembunyilah di balik Allah.
Harta, pangkat dan jabatan tidaklah berharga kecuali orang bertaqwa kepada-Nya. Sekuat-kuatnya jangan ubah yang Allah titpkan ini menjadi jalan kesombongan kita. Tiada yang dimuliakan oleh Allah. Tiada satupun yang diangkat derajatnya oleh Allah, kecuali orang yang tawadhu. Tiada seorangpun yang tawadhu diantara kamu, semata-mata karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.
Oleh karena itu, sepulang dari sini pastikanlah menjadi orang yang paling rendah hati, yang tidak akan memamerkan topeng seperti ini, kecuali insya Allah, kemuliaan akhlak yang menjadi andalan bekal kepulangan dan kemuliaannya.
Dan yang ketiga, saudaraku sekalian, sepulang dari haji ini ingatlah baik-baik bahwa Alah menciptakan haji dengan pertemuan dari segala bangssa. Kulit hitam, mata sipit, yang tingi, yang buruk, yang cacat ; mereka semua adalah saudara kita. Terkadang kita merasa saudara karena darah, persaudaraan karena tempat, persaudaaraan karena bangsa, tapi kita lihat di sini, saudara kita begitu bnayak. Pepatah mengatakan satu musuh sudah mempersempit kehidupan kita, tapi memperbanyak teman tidak akan pernah cukup, sebab memperbanyak teman adalah memperbanyak saudara. Sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara.
Orang-orang yang merasakan banyak saudara hidupnaya akan lebih ringan. Kita berbelanja dengan harga yang mahal, kita bersyukur karena bisa menafkahi, pedagang yang masih saudara kita sendiri.
Kita naik kendaraan umum dengan membayar kelebihan kita bahagia karena sudah memberikan bekal bagi para keluarga keturunan para sopir saudara kita sendiri. Kita mendidik orang sehingga maju, namun tidak berterima kasih tidak apa-apa, karena mereka adalah saudara kita sendiri. Semakin banyak yang kita bantu, Insya Allah semakin berbahagia dan ringan hidup kita ini.
Dan yang terakhir ingatlah baik-baik.
Hari ini adalah penutup lembaran lama kita. Sudah terlaalu lama kita gunakan untuk mengkhianati Allah. Sudah terlalu banyak nafas kita diisi lalai kepada Allah. Sudah terlalu banyak keringat kita untuk mendzolimi kebenaran. Sudah terlalu banyak harta yang kita nafkahkan kita tidak di jalan Allah.
Saudaraku sekalian, mau kemana lagi, hidup hanya satu kali dan sebentar. esok lusa mungkin malaikat maut sudah berada di hadapan kita. Pastikan mulai saat ini, tekadkan dalam hati kita Insya Allah tiada tujuan dalam hidup kami selain Engkau. Tiada yang kami tuju selain pulang kepad-Mu, Ya Allah. Dunia pasti kita tinggalkan, harta kami tinggalkan, keluarga kami tinggalkan, kami ingin bisa berjumpa denganmu Ya Allah. Tuntun dengan amal yang bisa membuat berjumpa dengan-Mu. Tingkatkan kepada kami segala bekal yang bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu, Ya Allah karuniakan segala nimat yang bisa membuat kami bisa mensyukuri, agar kami bisa berjumpa dengan--Mu, bebaskan kami dari setiap harta dan kesibukan apapun yang tidak bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu. Barangsiapa yang merindukan berjumpa dengan Allah, niscaya hari-hari yang dia nanti adalah hari-hari pertemuan dengan Allah. Hari-hari yang diisi dengan bekal; untuk pulang hidup di dunia adalah kesenangan yang menipu sejenak saja.

Menakar Kemuliaan Akhlak


Menakar Kemuliaan AkhlakK.H. Abdullah Gymnastiar


Setiap orang ingin merasakan kebahagiaan. Ada yang menyangka dengan datangnyauang maka ia akan menjadi bahgia sehingga iapun mencari uang mati-matian.Ada juga yang menyangka bahwa kedudukan bisa membuatnya bahagia, maka ia pun mencoba merebut kedudukan. Ada yang menyangka penampilanlah yang akan membuatnya bahagia, maka mati-matian ia mengikuti mode. Ada yang menyangka banyaknya pengikut membuatnya bahagia, begitu seterusnya.
Setiap kali kita membutuhkan sesuatu dari selain kita, kita menyangka bahwa itulah yang akan membuat kita bahagia. Kita menggantungkan harapan pada selain kita, selain Allah. Padahal semakin kita berarap orang lain berbuat sesuatu untuk kita maka sebenarnya peluang bahagia itu malah akan terus menurun. Kenapa? Ibarat cahaya matahari yang memancar tanpa membutuhkan input dari luar, kebahagiaan yang hakiki itu justru datng bukan dari seseorang atau dari sesuatu.
Salah satu bentuk kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita hanya menggantungkan segala urusan kepada Allah. Bagi orang yang  mengenal Allah dengan baik, dan ia tidak berharap banyak dari selain Allah, itulah salah satu kebahagiaan. Maka bagi kita yang selama ini masih sangat ingin dihargai, masih sangat ingin dihormati, masih sangat ingin dibedakan oleh orang lain, masih sangat ingin diberi ucapan terima kasih ketika melakukan sesuatu untuk orang lain, atau masih sangat ingin dipuji, maka sebenarnya makin tinggi kebutuhan kita akan penghargaan dari orang lain, itulah yang akan menyempitkan hidup kita. Barang siapa yang berhasil lepas dari kebutuhan-kebutuhan semacam itu, dan kita sudah mulai bisa menikmati indahnya memberikan senyuman kepada orang lain dan bukannya diberi senyuman; atau merasakan nikmatnya bisa menyapa orang lain dan bukan disapa, nikmatnya menyalami dan bukan menunggu disalami, semakin kita tidak berharap orang berbuat sesuatu untuk kita, maka inilah fondasi kita dalam menikmati hidup ini. Kenyataan yang ada di masyarakat kita dengan terjadinya beraneka kemunkaran, kezhaliman dan kejahatan, itu disebabkan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk dan tidak kepada Allah.
Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah, suatu ketika Rasulullah Saw. ditanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau diutus ke bumi?" Maka jawaban Rasulullah sangat singkat sekali, "Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." Menurut Imam Al Ghazali, berdasarkan apa yangbisa saya fahami, akhlak itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat kita diam, tidak akan kelihatan bagaimana akhlak kita. Akan tetapi ketika kita ditimpa sesuatu baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, respon terhadap kejadian itulah yang menjadi alat ukur akhlak kita. Kalau respon spontan kita itu yang keluar adalah kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah dari dalamlah kemuliaan kita itu. Tanpa harus dipikir banyak, tanpa harus direkayasa, sudah muncul kemuliaan itu. Sebaliknya kalau kita memang sedang dikalem-kalem, tiba-tiba terjadi sesuatu pada diri kita, misalnya sandal kita hilang, atau ada orang yang menyenggol, mendengar bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah yang keluar dari mulut kita, maka lemparan yang keluar sebagai respon spontan kita itulah yang akan menunjukkan bagaimana akhlak kita. Maka jika bertemu dengan orang yang meminta sumbangan lalu kita berfikir keras diberi atau jangan. Kita berfikir, kalau dikasih seribu, malu karena nama kita ditulis, kalau diberi lima ribu nanti uang kita habis. Terus... berfikir keras hingga akhirnya kita pun memberi akan tetapi niatnya sudah bukan lagi dari hati kita karena sudah banyak pertimbangan.Padahal keinginan kita semula adalah untuk menolong. Kalau sudah demikian, sebetulnya bukan `khlak dermawan yang muncul.
Saudar-saudaraku sekalian, inilah sekarang paling menjadi masalah bagi peradaban kita. Kita empunyai anak, dia memiliki gelar yang bagus, sekolahnya pun di tempat yang bergengsi, tapi akhlaknya jelek, maka tidak ada artinya. Kita punya dosen, gelarnya berderet banyak, rumahnya pun mentereng, tapi jikalau akhlaknya, celetuk-celetukannya atau sinisnya tidak mencerminkan struktur keilmuan seperti yang dimilikinya, maka jatuhlah ia. Ada orang yang dianggap dituakan, tetapi akhlaknya jelek, maka walaupun ia dituakan, dia gagal mendapatkan penghormatan. Atau kita punya atasan, seorang pejabat yang bagus karirnya akan tetapi akhlaknya, ...masya Allah, sudah punya isteri tapi ia dikenal berzina dengan perempuan lain, di kantor ia mengambil harta dengan cara tidak halal, maka jatuhlah ia.
Sekarang ini krisis terbesar kita memang krisis akhlak. Oleh karena itu, saya sependapat dengan seorang pengusaha terkenal dari Jepang yang mengatakan bahwa jikalau seseorang ingin memimpin perusahaan dengan baik, maka sebetulnya skill atau keahlian itu cukup 10% saja, yang 90% adalah akhlak. Karena akhlak yang baik, orang yang cerdas pun mau bergabung denganya. Mereka merasa aman, merasa tersejahterakan lahir batinnya. Akibatnya, berkumpulah para ahli. Kemudian kepada mereka diberikan motivasi dengan akhlak yang baik maka jadilah sebuah prestasi yang besar. Oleh karena itu sebenarnya kesuksesan itu adalah milik orang yang berakhlak mulia.
Sekedar ilustrasi, suatu saat sedang terjadi dialog antara suami dan isteri. Sang isteri menginginkan anaknya menjadi bintang kelas, akan tetapi sang suami mengatakan bahwa bintang kelas itu bukan alat ukur kesuksesan anak sekolah. Menjadi bintang kelas itu tidak harus, tidak wajib. Yang wajib bagi anak itu adalah memiliki akhlak yang mulia. Apalah artinya ia menjadi bintang kelas apabila kemudian ia jadi terbelenggu oleh keinginan dipuji teman-temannya. Jadi dengki terhadap orang-orang yang pandai dikelasnya, atau menjadi takabbur karena kepandaiannya itu. Apa artinya bintang kelas seperti ini? Lebih baik lagi jika kita bangun mental anak kita lebih bagus, matang pada tiap tahapannya. Kalaupun suatu saat ia ditakdirkan menjadi bintang kelas, maka itu adalah buah dari pemikirannya. Sementara itu ia pun sudah siap denga mentalnya: tidak dengki, tidak iri, tidak jadi sombong. Nilai ini tentunya jadi lebih bagus daripada nilai menjadi bintang kelasnya. Apalah artinya kita lulus terbaik jika kemudian menjadi jalan ujub takabbur. Lulus itu hanya nilai,nilai, nilai....
Saudara-saudara sekalian, inilah yang sepatutnya menjadi bahan pemikiran kita. Kita berbicara seperti ini sebenarnya bukan untuk memikirkan seseorang. Siapa yang akhlaknya demikian, demikian...Kita berbicara seperti ini adalah untuk memikirkan diri kita sendiri. Apakah saya itu berakhlak benar atau tidak? Bagaimana cara melihatnya?Ya, lihat saja kalau kita mendapati masalah. Bagaimana respon spontan kita? Bagaimana struktur kata-kata kita, raut wajah kita? Apakah kita cukup temperamental? Apakah kata-kata kita keji, menyakiti, arogan? Itulah diri kita. Kesuksesan dan kegagalan itu bergantung pada hal semacam ini. Bergantung apa yang kita lakukan. Apakah dengan DT bisa menjadi sebesar ini sudah menjadi tanda kesuksesan? Belum. Masih jauh. Kalau hanya alat ukur kemajuan bertambahnya bangunan atau tanah, ah... orang-orang kafir juga bisa melakukannya. Kalau hanya sekedar jama'ah berhimpun banyak, itupun gampang. Tetapi apakah dakwah ini elah mampu merobah akhlak kita? Itulah alat ukurnya.
Sering diungkapkan, bagaimana ukuran kesuksesan seseorang dalam berdakwah? Gampang. Kesuksesan seseorang yang berdakwah adalah apakah dirinya pun bisa berubah menjadi lebih baik atau tidak? Kalau hanya berbicara seperti ini, mengeluarkan dalil tapi yang bersangkutan akhlaknya tidak berubah, itu malah mencemarkan agama. Kesuksesan dakwah bukan karena banyaknya pendengar atau jumlah jama'ah karena dakwah itu bukan sekedar menikmati kata-kata. Kesuksesan berdakwah adalah ketika yang berdakwah ini pun semakin baik akhlaknya, semakin tinggi nilai kepribadiannya. Insya Allah. Mudah-mudahan keluhuran pribadi itulah yang menjadi alat dakwah kita. Bukan hanya mengandalkan kekuatan kata-kata belaka.
Barakallahu lii wa lakum.

Kiat-kiat Membangun Kepercayaan


Kiat-kiat Membangun KepercayaanK.H. Abdullah Gymnastiar


Sebelum Nabi Muhammad saw dikukuhkan menjadi seorang Rasul  beliau sudah sangat populer di tengah masyarakat kota Mekkah dengan gelar al-Amin yaitu orang yang sangat terpercaya (amanah/kredibel). Gelar ini baik sebelum maupun sesudahnya tidak pernah ada lagi.
Sungguh dahsyat pengaruh suatu kepercayaan dan luar biasa pentingnya untuk kesuksesan karir kehidupan di dunia maupun di akhirat, jah melampaui modal harta benda, kedudukan, jabatan, atau ilmu sekalipun. Ketika kepercayaan sudah sirna di hati orang lain, sulit sekali ntuk tumbuh, walaupun dengan berjuta janji atau membayar dengan harta sebanyak  apapun, jikalau kepercayaan di hati orang sudah hilang maka perasaan yang muncul selalu mencurigai dan rasa tidak percaya diri akan selalu membayang dan membekas.
Berikut ini sekelumit uraian yang isya Allah akan menumbuhkan dan memperkuat kepercayaan seseorang.
A. Kejujuran yang terbuktu dan teruji
Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan kehidupan seseorang.
Biasakanlah selalu jujur dimulai dari hal yang paling sederhana dan kecil sekalipun, walaupun terhadap anak kecil, karena sesunggunya Allah menilai perilaku kita, yakinlah tak akan pernah untung sama sekali dengan ketidakjujuran selain kerugian yang mendera dan menghancurkan, sudah terlalu banyak bukti di sekitar kita untuk dijadikan pelajaran.
  1. Jangan sekali-kali berbohong atau terpancing untuk menambah omongan sehinga menjadi dusta walau dalam gurauan sekalipun.
  2. Jangan pernah mudah membuat janji, pastikan setiap janji yang diucapkan sudah diperhitungkan matang-matang, dan berusaha keraslah untuk memenuhi janji.
  3. Tepat waktulah dalam segala hal, jangan terlambat atau gemar menunda-nunda atau mengakhirkan.
  4. Biasakanlah memiliki data dan fakta yang jelas, dan bersikaplah terbuka.
  5. Milikilah kemampuan dan kesungguhan mengevaluasi diri, dan segera perbaiki diri begitu ditemukan kesalahan serta bertanggungjawablah dengan sungguh-sungguh dan tulus.
  6. Jangan pernah patah semangat bila didapati masa lalu kita pernah atau banyak keidakjujuran.
B. Cakap
Komponen kedua yang tak kalah pentingnya adalah kehandalan dan kecakapan kita dalam melaksanakan tugas. Walaupun sangat dikenal dan teruji kejujurannya tapi kalau dalam melaksanakan tugas sering berbuat lalai dan kesalahan maka hal ini pun akan merontokkan kredibilitas.
  1. Kunci utamanya adalah secara sadar kita harus selalu belajar, melatih diri, mengembangkan kemampuan, wawasan serta keterampilan kita secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga selalu memiliki kesiapan yang memadai untuk melaksanakan tugas.
  2. Awalilah selalu dengan membuat perencanaan yang baikdan persiapan yang matang, gagal dalam merencanakan sama dengan merenacnakan kegagalan.
  3. Jangan lupa selalu check and recheck, tak boleh kita melakukan sesuatu tanpa cek ulang, sangat banyak peluang kesalahan atau kegagalan yang terselamatkan dengan sikap yang selalu mengadakan pengecekan ulang.
  4. Laksanakan segala sesuatu dengan kesungguhan, sikap yang hati-hati dan cermat, jangan anggap remeh kelalaian dan kecerobohan karena semua itu biang kesalahan dan kegagalan.
  5. Selalu sempatkan untuk evaluasi dari setiap tahapan apapun yang kita lakukan, percayalah merenung sejenak untuk mengevaluasi membuat karya kita akan semakin bermutu.
  6. Nikmatilah dengan menyempurnakan apa yang bisa dilakukan, jangan pernah puas dengan setengah-setengah, jangan pula puas dengan 90%, kalau kita bisa menyempurnakannya, mengapa tidak?
C. Inovatif
Segala sesuatu yang ada selalu berubah, di dunia ini tidak ada sesuatu apapun yang tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri, oleh karena itu siapa pun yang tidak menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan maka dia akan tergilas kalah oleh perubahan tersebut.
Maka jelaslah sudah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah bahwa orang yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi karena berarti tak ada kemajuan dan tetinggal oleh perubahan, orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti akan tertinggal jauh dab sulit mengejar, satu-satunya pilihan bagi orang yang beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, berarti harus ada penambahan sesuatu yang bermanfaat, inilah sikap perubahan yang diharapkan selalu terjadi pada seorang muslim, sehingga tidak akan pernah tertinggal, dia selalu antisipatif terhadap perubahan, dan selalu siap menyikapi perubahan.
Berikut ini beberapa anjuran agar kita dapat selalu mengembangkan kemanpuan kreatif kita:
  1. Banyak membaca dan menulis.
  2. Banyak berdiskusi dan bertanya.
  3. Banyak melihat (mengadakan studi banding).
  4. banyak merenung (tafakur).
  5. Banyak berbuat dan mencoba.
  6. Banyak beribadah dan berdo'a.
Mudah-mudahan kegighan diri kita, menjaga agar karir hidup ini menjadi orang bersih, terbuka, ujur terpercaya yang dilakukan dengan tulus karena Allah semata. Selamat berjuang saudaraku sekalian, cukuplah Allah sebagai satu-satunya tujuan, pelindung, tumpuan harapan dan satu-satunya penolong kita semua.
Wallahu a'lam bishshawab.

5 Tipe Karyawan di Kantor Kita


5 Tipe Karyawan di Kantor KitaK.H. Abdullah Gymnastiar


Pengklasifikasian karyawan dan pejabat kantor ini diekati dengan istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini samasekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita karenamakna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri.
(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)
1. Karyawan / Pejabat "Wajib"
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.
  • Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
  • Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya      sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
  • Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
2. Karyawan / Pejabat "Sunnah"
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan..
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.
3. Karyawan / Pejabat "Mubah"
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah : ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan. 
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktiflainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.
Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajarilatar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.
4. Karyawan / Pejabat "Makruh"
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerjaserta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.
5. Karyawan / Pejabat "Haram"
Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".
Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...?
Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti. Jadilah manusia yang "wajib ada". Semoga!

Menggapai Hidup Berkah


Menggapai Hidup BerkahK.H. Abdullah Gymnastiar


Bismillahirrahmaanirrahiim
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barokah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
(Q.S. Al-A'raaf : 96)
Mengapa uang yang banyak, rumah yang besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang luas tidak mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan kebahagiaan atau ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya? sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu tidak barokah.
Kita tidak boleh cukup senang memiliki sesuatu. Tetapi yang harus lebih kita senangi adalah keberkahan atas segala sesuatu itu.Jadi bukan takut tidak memiliki sesuatu tetapi harus lebih takut sesuatu yang sudah dimiliki tidak membawa berkah.
Kita lihat, misalnya suatu rumah yangga yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya harus dicurigai jangan-jangan prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi dunia rumah tangga tidak cocok dengan yang disyariatkan Allah.
Maka, kita harus sangat takut dengan hidup yang tidak berkah, yaitu yang tidak bermanfat bagi dunia juga tidak bermanfaat bagi akhirat. Mulailah berhati-hati dengan uang.  Bagaimana supaya uang menjadi berkah? Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa enak digunakan untuk minum kalau terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan. jangan sekali-kali kita mencoba untuk tidak jujur. untuk apa? Jujur atau tidak jujur tetap Allah yang memberi. Rizki penjahat datang dari Allah, rizki orang jujur juga datang dari Allah. Bedanya, rizki yang diberikan kepada penjahat tadi haram, tidak berkah, sedangkah yang diberikan kepada orang jujur adalah rizki yang berkah. Sebab sebenarnya meskipun penjahat, kalau Allah tidak memberi, tidak pernah dia dapatkan hasilnya. Banyak pencuri yang gagal, koruptor yang gagal. Semua itu karena kehendak Allah.
Sesudah kita jujur, hati-hati pula jangan sampai ada hal-hak orang lain yang terampas atau belum tertunaikan, apalagi hak ummat. Na'udzubillahi min dzalik
Alkisah, Umar bin Abdul Aziz -semoga Allah meridhainya-, ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. KEmudian beliau membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya, "Kenapa lampu engkau matikan , ya Abi?" lalu beliau menjawab, "Karena minyak pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakanurusan keluarga dengan menggunakan asilitas negara", begitulah Umar, sangat hati-hatinya karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah swt.
Dari cerita yang dikisahkan di atas mengandung berbagai hikmah yang dapat kita teladani.
Menggunakan jabatan dan wewenang yang sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampigkan kepentingan dan kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah.
Harta kekayaan yang melimpah yang kita kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang bersih yang tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi hak ummat.
Wallahu a'lam bishshawab.

Seni Menata Hati dalam Bergau


Seni Menata Hati dalam Bergaul
K.H. Abdullah Gymnastiar

--------------------------------------------------------------------------------
Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang bernilai rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah.
1. Aku Bukan Ancaman Bagimu
Kita tidak boleh menjadi seorang yang merugikan orang lain, terlebih kalau kita simak Rasulullah Saw. bersabda, "Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tagannya." (HR. Bukhari)
Hindari penghinaan
Apapun yang bersifat merendahkan, ejekan, penghinaan dalam bentuk apapun terhadap seseorang, baik tentang kepribadian, bentuk tubuh, dan sebagainya, jangan pernah dilakukan, karena tak ada masalah yang selesai dengan penghinaan, mencela, merendahkan, yang ada adalah perasaan sakit hati serta rasa dendam.
Hindari ikut campur urusan pribadi
Hindari pula ikut campur urusan pribadi seseorang yang tidak ada manfaatnya jika kita terlibat. Seperti yang kita maklumi setiap orang punya urusan pribadi yang sangat sensitif, yang bila terusik niscaya akan menimbulkan keberangan.
Hindari memotong pembicaraan
Sungguh dongkol bila kita sedang berbicara kemudian tiba-tiba dipotong dan disangkal, berbeda halnya bila uraian tuntas dan kemudian dikoreksi dengan cara yag arif, niscaya kita pun berkecenderungan menghargainya bahkan mungkin menerimanya. Maka latihlah diri kita untuk bersabar dalam mendengar dan mengoreksi dengan cara yang terbak pada waktu yang tepat.
Hindari membandingkan
Jangan pernah dengan sengaja membandingkan jasa, kebaikan, penamplan, harta, kedudukan seseorang sehingga yang mendengarnya merasa dirinya tidak berharga, rendah atau merasa terhina.
Jangan membela musuhnya, mencaci kawannya
Membela musuh maka dianggap bergabung dengan musuhnya, begitu pula mencaci kawannya berarti memusuhi dirinya. Bersikaplah yang netral, sepanjang diri kita menginginkan kebaikan bagi semua pihak, dan sadar bahwa untuk berubah harus siap menjalani proses dan tahapan.
Hindari merusak kebahagiannya
Bila seseorang sedang berbahagia, janganlah melakukan tindakan yang akan merusak kebahagiaanya. Misalkan ada seseorang yang merasa beruntung mendapatkan hadiah dari luar negeri, padahal kita tauh persis bahwa barang tersebut buatan dalam negeri, maka kita tak perlu menyampaikannya, biarlah dia berbahagia mendapatkan oleh-oleh tersebut.
Jangan mengungkit masa lalu
Apalagi jika yang diungkit adalah kesalahan, aib atau kekurangan yang sedang berusaha ditutupi.
Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan yang sangat ingin disembunyikannya, termasuk diri kita, maka jangan pernah usil untuk mengungkit dan membeberkannya, hal seperti ini sama denga mengajak bermusuhan.
Jangan mengambil haknya
Jangan pernah terpikir untuk menikmati hak orang lain, setiap gangguan terhadap hak seseorang akan menimbulkan asa tidak suka dan perlawanan yang tentu akan merusak hubungan.. Sepatutnya kita harus belajar menikmati hak kita, agar bermanfaat dan menjadi bahan kebahagiaan orang lain.
Hati-hati engan kemarahan
Bila anda marah, maka waspadalah karenan kemarahan yang tak terkendali biasanya menghasilkankata dan perilaku yang keji, yang sangat melukai, dan tentu perbuatan ini akan menghancurkan hubungan baik di lingkungan manapun. Kita harus mulai berlatih mengendalikan kemarahan sekuat tenaga dan tak usah sungkan untuk meminta maaf andai kata ucaan dirasakan berlebihan.
Jangan menertawakannya
Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang adalah karena kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan lain sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.
Hati-hati dengan penampilan, bau badan dan bau mulut
Tidak ada salahnya kita selalu mengontrol penampilan, bau badan atau mulut kita, karena penampilan atau bau badan yang tidak segar akan membuat orang lain merasa terusik kenyamanannya, dan cenderung ingin menghindari kita.
2. Aku menyenangkan bagimu
Wajah yang selalu cerah ceria
Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah besabda, "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta". (Sunan Abu Dawud).
Senyum tulus
Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah, senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapapun, senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh, dan orang yang busuk hati.
Kata-kata yang santun dan lembut
Pilihlah kata-kata yang paling sopan dengan dan sampaikan dengan cara yang lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah, ketika berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan, serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan.
Senang menyapa dan mengucapkan salam
Upayakanlah kita selalu menjadi orang yang paling dahulu dalam menyapa dan mengucapkan salam. Jabatlah tagan kawan kita penuh dengan kehangatan dan lepaslah tangan sesudah diepaskan oleh orang lain, karena demikianlah yang dicontohkan Rasulullah.
Jangan lupa untuk menjawab salam dengan sempurna dan penuh perhatian.
Bersikap sangat sopan dan penuh penghormatan
Rsulullah jikalau berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh Rasulullah.
Senangkan perasaannya
Pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan. Hal ini akan membuatnya merasa bahagia. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.
Penampilan yang menyenangkan
Gunakanlah pakaian yang rapi, serasi dan harum. Menggunakan pakaian yang baik bukanlah tanda kesombongan, Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, tentu saja dalam batas yang sesuai syariat yang disukai Allah.
Maafkan kesalahannya
Jadilah pemaaf yang lapang dan tulus terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain kepada kita, karena hal ini akan membuat bahagia dan senang siapapun yang pernah melakukan kekhilafan terhadap kita, dan tentu hal ini pun akan mengangkat citra kita dihatinya.
3. Aku Bermanfaat Bagimu
Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita dapatkan tapi dari nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi hamba-hamba Allah lainnya.
Rajin bersilaturahmi
Silaturahmi secara berkala, penuh perhatian, kasih sayang dan ketulusan walaupun hanya beberapa saat, benar-benar akan memiliki kesan yang mendalam, apalagi jikalau membawa hadiah, insya Allah akan menumbuhkan kasih sayang.
Saling berkirim hadiah
Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa saling memberi dan berkirim hadiah akan menumbuhkan kasih sayang. Jangan pernah takut miskin dengan memberikan sesuatu, karena Allah yang Maha Kaya telah menjanjikan ganjaran dan jaminan tak akan miskin bagi ahli sedekah yang tulus.
Tolong dengan apapun
Bersegeralah menolong dengan segala kemampuan, harta, tenaga, wakt atau setidaknya perhatian yang tulus, walau perhatian untuk mendengar keluh kesahnya.
Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah bahwa kebaikan sekecil apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna oleh Allah.
Sumbangan ilmu dan pengalaman
Jangan pernah sungkan untuk mengajarkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, kita harus berupaya agar ilmu dan pengalaman yang ada pada diri kita bisa menjadi jalan bagi kesuksesan orang lain.
Insya Allah jikalau hidup kita penuh manfaat dengan tulus ikhlas maka, kebahagiaan dalam bergaul dengan siapapun akan tersa nikmat, karena tidak mengharapkan sesuatu dari orang melainkan kenikmatan kita adalah melakukan sesuatu untuk orang lain. Semata karena Allah Swt